Rabu, 13 Oktober 2010

an-nazhzhamiyyah

Pemikiran Yaitu para pengikut Ibrahim bin Yassar bin Hani’ an-Nazhzham. Ia telah mengkaji berbagai kitab filosof kemudian ia campur adukkan ucapan para filosof itu dgn ucapan Mu’tazilah. Dia berbeda pandangan dgn yg lainnya dalam beberapa masalah berikut iniDia menambahkan pendapat tentang qadar baik dan buruknya di antaranya adl pendapatnya bahwa Allah Ta’ala tidak disifati dgn qudrah atas kejahatan dan maksiat dan tidaklah hal-hal itu termasuk dalam perkara yg masuk dalam qudrah Allah Ta’ala.

Berbeda dgn pendapat Mu’tazilah lainnya yg mengatakan bahwa Allah kuasa atas hal-hal itu tetapi Dia tidak melakukannya krn hal-hal itu jelek. Pendapat an-Nazhzham bahwa kejelekan itu adl sifat dzat dari sesuatu yg jelek maka hal itulah yg mencegah disandarkannya perbuatan jelek kepada Allah. Maka dia berpendapat bahwa bisanya timbul kejelekan dari Allah adl sebab suatu kejelekan. Jadi Dia yg berlaku adil tidaklah disifati dgn qudrah atas kezhaliman. Selanjutnya an-Nazhzham menambah kerancuan ini dgn pendapat bahwa Allah kuasa melakukan utk hamba-Nya apa-apa yg diketahui-Nya mengandung kemaslahatan mereka dan tidak kuasa melakukan yg tidak mengandung maslahat bagi mereka ini menyangkut urusan dunia. Adapun di akhirat an-Nazhzham berkata bahwa Allah Ta’ala kuasa menambah azab bagi penghuni neraka dan tidak kuasa menguranginya. Demikian juga Dia tidak kuasa mengurangi keni’matan penghuni sorga juga tidak kuasa mengeluarkan seorang pun dari penghuni sorga dan bahwa hal-hal yg demikian ini tidak masuk dalam kuasa Allah. Berdasarkan pendapatnya ini berarti Allah Ta’ala itu terpaksa melakukan segala yg diperbuat-Nya. Sesungguhnya yg Maha Kuasa itu pada hakekatnya adl yg memiliki pilihan antara berbuat atau tidak.


An-Nazhzham menjawab bahwa yg kalian wajibkan atasku dalam perkara qudrah juga wajib atas kalian dalam perkara fi’l . Bukankah menurut kalian Dia mustahil melakukannya walaupun mampu melakukannya jadi tidak ada bedanya. An-Nazhzham sebenarnya mengambil pendapat ini dari ucapan filosof kuno yg mengatakan bahwa orang dermawan tidak boleh menyimpan sesuatu yg tidak dilakukannya maka apa yg dibuat dan diadakannya itulah yg kuasa dilakukannya. Jika dalam ilmu dan kuasa Allah Ta’ala ada yg lbh baik dan lbh sempurna lbh teratur dan lbh bermaslahat maka dari itu pastilah Dia melakukannya.

Pendapatnya tentang iradah bahwa Allah Ta’ala pada hakekatnya tidak disifati dengannya . Jika disifati dgn iradah secara syar’I dalam perbuatannya maka maksudnya adl bahwa Dia-lah Penciptanya dan Yang Menumbuhkannya berdasarkan ilmu-Nya. Dan jika disifati bahwa Dia menghendaki perbuatan-perbuatan hamba maka maksudnya adl bahwa Dia menyuruhnya atau melarangnya. Dan dari an-Nazhzhamlah al-Ka’bi mengambil pendapatnya tentang iradah.

Pendapatnya bahwa perbuatan hamba semuanya adl gerakan dan diam. Ilmu dan keinginan adl gerakan jiwa. Maksud dari gerakan ini bukanlah gerakan yg berpindah tetapi gerakan itu adl perubahan sebagaimana kata para filosof yaitu gerakan dalam kualitas kuantitas meletakkan di mana kapan dan sebagainya.

An-Nazhzham juga sepakat dgn para filosof bahwa manusia pada hakekatnya adl jiwa dan ruh sedangkan badan adl alat dan instrumennya. Namun ia tidak terlalu paham pendapat mereka dan cenderung pada pendapat para filosof naturalis bahwa ruh adl jasad halus yg menjerat tubuh dan masuk ke dalam hati seperti masuknya air ke dalam bunga mawar dan minyak ke dalam biji wijen atau lemak pada susu. Dan dia berkata bahwa ruh adl yg punya kekuatan dan kemampuan dan kehidupan serta kehendak. Dia mampu dgn jiwanya dan kemampuan itu ada sebelum perbuatan.

Al-Ka’bi menceritakan darinya dia berkata bahwa tiap sesuatu yg melampaui batas kemampuan yg berupa perbuatan maka itu adl perbuatan Allah Ta’ala atau bahwa Allah Ta’ala menciptakan batu dgn suatu tabi’at tertentu jika engkau melemparkannya ke atas dia akan terlempar dan jika mencapai titik akhir lemparan batu itu akan kembali ke tempatnya secara natural. Dia juga punya banyak kerancuan tentang atom dan hukumnya serta pendapat yg menentang para ahli ilmu kalam dan filosof.

Menurut pendapatnya bahwa Allah Ta’ala menciptakan sesuatu sesuai dgn bentuk dan hekekatnya sekarang ini. Seperti mineral dan barang tambang tumbuh-tumbuhan hewan dan manusia. Allah menciptakan Adam as dan menciptakan keturunannya hanya saja Allah menyembunyikan sebagian dalam sebagian yg lain. Masalah duluan atau belakangan itu hanya masalah kemunculan dari persembunyiannya bukan masalah penciptaannya dan keberadaannya. Pendapat ini sebenarnya dari ucapan filosof yg beraliran “sembunyi dan muncul”. Dan an-Nazhzham lbh cenderung mengakui pendapat para naturalis daripada kaum metafisik dari kalangan filosof.

Demikian beberapa pendapatnya di antara banyak pendapatnya yg rancu. Di antara pengikut an-Nazhzham adl al-Fadhl al-Hadatsi dan Ahmad bin Khabits. Ibn al-Rawandi mengatakan bahwa mereka mempercayai bahwa alam ini mempunyai dua pencipta satunya adl pencipta yg kekal yaitu Allah dan yg satunya adl pencipta yg diciptakan oleh Allah yaitu ‘Isa bin Maryam. Dan pendapat ini tentu saja bathil dan tertolak. Diterjemahkan dari kitab Al-Milal wa an-Nihal karya Muhammad bin Abdul Karim Asy-Syahrastani Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar